INFO MARKAS

Langkah Kaki Relawan Unhas

         
 Membaca kepingan ringkasan perjalanan dalam tulisan ini, tidak akan mengubah waktu yang biasa kita luangkan untuk cinta, tapi mungkin saja akan mengubah cara kita memahami cinta terhadap alam, sesama dan pencipta. Setiap manusia punya pilihan ingin hidup seperti apa, dan ingin menjadi apa, maka ijinkan penulis menulis serpihan perjalanan bukan maksud ingin mendapat nilai dari pembaca, semata karena tuntutan jiwa yang mengalir mengharap makna.
            Bencana alam, erupsi gunung Sinabung, kecematan Brastagi, kabupaten Karo, provonsi Sumatra Selatan, pada saat itu mungkin tidaklah seheboh Bencana Tsunami Aceh, atau saat meletusnya Gunung mbah marijan. Tapi itu tidak menyurutkan langkah kaki Relawan Unhas untuk melibatkan diri secara Nyata, Yah.. Saya Utusan dari KSR PMI UNHAS, bersama enam relawan lainnya, teman-teman dari SAR Unhas, Siaga Ners Unhas dan Identitas Unhas. Kami tergabung dalam aliansi yang mengatasnamakan diri RELAWAN UNHAS. Hari Jum’at, tanggal 29 Desember 2013, Tim meninggalkan Makassar yang dilepas oleh pimpinan universitas, dalam hal ini oleh wakil rektor III Unhas, Bapak Ir. Nasaruddin Salam, M.T. Tim menyadari betul bahwa pemberangkatan ini sangat mendadak karena mengikuti jadwal pemberangkatan Hercules dari Lanut, sehingga banyak sekali kekurangan yang mungkin saja melahirkan konsekuensi kelak bagi tim, mulai dari persiapan perlengkapan, hingga masalah pendanaan, lain lagi banyak barang bantuan yang harus dibawa. Banyak alasan yang bisa saja membuat Tim untuk tidak berangkat, tapi selalu saja ada pilihan.  Tuhan bersama orang-orang pemberani, sebilah keyakinan yang membuat kami tetap berangkat.
            Alur Perjalanan dimulai, Bersama rombongan TNI, kami meninggalkan Makassar dengan menggunakan Hercules, transit di Madiun dan Melanjutkan Ke Jakarta, Setibanya di Jakarta di Halim, kami bergelut dengan ketidakpastian Selanjutnya mau kemana dengan menggunakan apa, Sudahlah, memang dalam keadaan mendesak kita selalu dituntut untuk berpikir kritis, keluar dari segala problem yang mencekam, begitulah kisahnya, Tim selanjutnya melakukan lobi, lobi yang kami istilakan Lobi ala relawan, dimulai dengan melobi di anggota TNI, Alhasil kamipun diantar ke Terminal dengan Bis TNI, Diterminal sekitar Halim Perdana Kusuma, kami bertemu dengan Polisi asal Makassar (Pak Waspada namanya), beliaulah yang menunjukkan dan membantu kami ngebolang ke kampung rambutan.
            Tim Selanjutnya berjalan kaki menuju terminal rambutan,cukup jauh dengan dengan bawaan yang segitu banyak, tumpukan kardus, karung dan kantong mayat yang berisi barang bantuan yang dibawa dari Makassar. Tim selanjutnya melajutkan perjalanan ke Serang, Banten, dengan menggunakan Bis, tapi sayangnya Bis tersebut tidak mengantar sampai ke Lokasi yang diharapkan. Setibanya diserang, Tim selanjutnya melanjutkan Ngebolang ke rumah salah seorang keluarga dari Tim, Disanalah kami menyandarkan bahu, meluruskan badan yang begitu lelah bergelut dengan waktu dan kisah. Para pengelana lautan mungkin mengarungi samudra luas. Para pendaki menyambung nyawa menapaki puncak, kami merasa harus menaklukkan lelah demi sebuah naluri kemanusiaan.

            Paginya, Tim berembuk apakah kita melanjutkan perjalanan ke Medan dengan Jalur laut (Kapal Laut) atau Jalur darat, karena Jalur udara sudah tidak mungkin, kami minim dana. Sebelum melanjutkan perjalanan, tim berusaha berkoordinasi dengan beberapa potensi yang ada di Banten, mulai dari BPBD, Basarnas, PMI dan tak lupa pula kami mendatangi beberapa Universitas dengan membawa harapan memperoleh kemudahan. Sayang Kenyataan tak selamanya selaras dengan harapan, Koordinasi hanya sebatas koordinasi, tiket kapal dan pesawat melonjak mahal, apadaya jalur darat menjadi pilihan tak terhindarkan.
            Kita adalah relawan, kalimat sederhana tapi pembawa kekuatan dan keberkahan, tak disangka dua buah mobil sedan kembali mengantar kami hingga pelabuhan Merak Banten. Lanjut cerita setibanya di Pelabuhan Merak, kami kembali menjalin komunikasi dengan Pos Sar Merak, dengan teknik Ngelobi Ala relawan, Al-hasil dapat jatah penyeberangan dari Pelabuhan Merak Bentan ke Pelabuhan Bakauheni, Bandar Lampung (Pulau Sumatera).
            Singkat cerita, mabuk perjalanan dan modal uang dua ribu rupiah ternyata mampu membawa saya sampai di kota Medan, makan dijalan yang harus dihemat, mengendarai dan tidur di atas bis pengangkut barang, tidur beralaskan lantai diterminal, tidur di jalan, mencari makanan yang paling murah kadang hanya cemilan, Uang di rekening yang tak bisa dicairkan, Ke Kantor Kepolisisan membuat Surat Keterangan kehabisan ongkos, salah seorang teman kehilangan barang berupa pakaiaan pribadi, Yang pasti ada waktu dimana kita bangkit dan melangkah lagi. Menyusuri jalanan yang tidak beraspal dengan menumpang kendaraan tua yang sudah reyot. Akhirnya, Tiba Jugalah kami di Kota Medan, Hingga disana mendapat bantuan dana personal dari Senior KSR PMI UNHAS dan Senior SAR Unhas, dan Siaga Ners Unhas (Terimah kasih Kanda atas Bantuannya). Yah, Namanya kami berangkat bersama, sependeritaan bersama, berbahagiapun harus bersama, tak ada uang pribadi, semua milik bersama bahkan sesekali kami harus berbagi pakaian. Persaudaraan antar relawan jangan pernah diragukan, tujuan sudah pasti menjadi ambisi kemanusiaan tapi kesetiakawanan itu yang selalu dikedepankan.
            Rabu Dinihari, tanggal 4 Desember 2013, Setibannya di Kota Medan, Tim kembali berembuk untuk mempersiapkan segala hal untuk dibawa ke Lokasi Bencana. Esok harinya, hari Kamis pagi, Tim berangkat ke kecematan Brastagi, kabupaten Karo, provinsi Sumatra Selatan, kurang lebih dua jam perjalanan tibalah kami di Posko Induk Pengungsian. Tak lama kemudian, Tim melapor untuk bergabung bersama relawan-relwan lainnya, dan tentunya juga Tim menyerahkan Bantuan berupa obat-obatan, pakaiaan, dan beberapa perlengkapan pengungsian yang dibawah dari Makassar.

            Apa yang kami bayangkan tentang kondisi dilokasi pengungsian ternyata tidak sesuai dengan apa yang kami lihat, Jumlah pengungsi saat itu, berjumlah 17.105 jiwa yang terdiri dari 5.557 kepala keluarga yang tersebar di 31 pos Pengungsian, dan relawan masih sangat minim jumlah kapasitasnya, Maka Sebelum Tim melakukan langkah dan aktivitas, sebelumnya diadakan rapat pemantapan Aktivitas, Tim yang pada dasarnya adalah Tim Rescue dan medis harus mengubah anggapan bahwa kita adalah relawan serba bisa, kita sudah datang jauh-jauh dari makassar, kita sampai tempat ini adalah demi sebuah ambisi kemanusiaan, olehnya itu kita datang harus meninggalkan kenangan dan nilai-nilai kemanusiaan, tak peduli apapun yang kita kerjakan selama itu demi kemanusiaan, kita akan jalankan. Yah,, Tim Selanjutnya mendirikan Posko tersendiri, di Posko Induk, Hari-hari pertama Tim rowling melakukan survey ke lokasi-lokasi pengungsian mencatat segala keperluan pengungsi. Bukan hanya itu banyak aktifitas lain yang diisi teman-teman mulai dari melibatkan diri di Dapur umum, bersama-sama relawan lainnya membangun MCK, mendirikan tenda-tenda bantuan dari PBB, hingga berbagai aktiftas-aktifitas lainnya.
            Beberapa hari diposko induk, setelah dilakukan penilaiaan dan survey di beberapa posko pengungsian, Tim Selajutnnya memutuskan untuk berpindah lokasi ke beberapa Posko pengungsian yang kekurangan relawan, diantaranya adalah Posko yang paling dekat dengan kaki gunung Sinabung, yang menyuguhkan tantangan ala film laga, semakin membangkitkan adrenalin dengan debar petualangan, disana tak ada relawan sama sekali, disanalah kami menetap sementara, membangun fasilitas-fasilitas pengungsian, menghibur anak-anak yang trauma, sungguh mengesankan, apalagi tiap malam kami harus siaga, mengingat lokasi tersebut sangat dekat dengan kaki gunung, masyarakat enggan mengungsi jauh, karena kekhawatirannya pada lahan pertaniannya, walau harus bertaruh dengan maut. Tuhan bersama orang-orang pemberani, keyakinan itu membuat kami terus bertahan mencoba membangun keakraban dengan pengungsi, canda, tawa dan air mata seakan menjadi wujud pengobat takut sesekali mendengar suara gemuruh gunung, yang meletus mengeluarkan debu larva dan aliran lahar dingin. Begitulah cara kami berbagi kebahagiaan. Berupa makanan lokal dan obrolan penuh canda tawa. Alam pun mengajarkan banyak hal kepada kami Bagaimana menjadi seorang yang bersyukur, melepaskan ego diri dan berani berjuang. Dari kesemunya, Kami belajar bagaimana menghargai kehidupan.
            Tak peduli betapa keras perjalanan hidup yang kami alami, Kepekaan mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang pun layak untuk menangis. Bahkan untuk seorang relawan seperti kami yang terbiasa melihat tangis dan kesedihan di daerah bencana yang kami kunjungi. Inilah sisi humanis, Kami juga sebagai seorang manusia biasa. Yang bisa sedih, kecewa, menyesal dan menitikkan air mata.
             Kami bukanlah orang-orang yang hebat yang bergelut dengan ambisi perjalanan sendiri atau dengan orang lain dengan sebutan backpacker, traveler, explorer atau apapun itu. Bagi kami arah tak begitu penting dan pujian bukanlah yang kami cari. Melainkan makna dari sebuah perjalanan dan pengabdian. Dari semua itu, kami belajar tentang arti perjuangan, optimisme, kehilangan, semangat dan rasa kepekaan terhadap sesama, kebahagiaan yang mereka rasakan menjadi bagian dari kebahagiaan kami.
            Ada saatnya kita Datang, ada saatnya kita bersama dan ada pula saatnya kita pulang, kurang lebih sepuluh hari dilokasi bencana, tentu ada batas akhirnya. Dan selama masih ada waktu yang diberikan sang Pencipta, mari bersama kita buat kisah hidup kita berarti. "Seketika, semua jadi tanpa arti." Ada Cerita Perjalan Datang, ada Cerita Saat Kebersamaan, Begitupulah ada Cerita saat Kita Pulang yang mungkin terlalu pamjang jika harus dipaparkan.
            Kadang saya heran, bahkan hingga saat ini masih ada saja yang mempertanyakan, apakah ini ajang jalan-jalan atau murni cinta untuk kemanusiaan, saya pikir tidak penting menanggapi pertanyaan siapapun  tentang itu, sebab apa yang mereka tanyakan tentang “kebenaran Cinta ini” adalah sesuatu yang tak bermakna karena mereka sendiri tak memilikinya.
            Melalui ini, saya ingin menunjukkan bahwa Makna Sebuah Perjalanan bukanlah sebuah buku catatan perjalanan yang berisi mau ke sini naik apa, dengan apa dan bayar berapa. Berbekal cinta, KAMI akan mengarungi dunia. Menghadapi hiruk-pikuk gelombangnya. Wassalam..

NSTF 
(KSR-UH.XVI.027)

 
Back To Top