Ayo Kenalan dengan Wolbachia si
Nyamuk Baik Pencegah Demam Berdarah Dengue (DBD)
Musim penghujan telah dimulai sejak
beberapa pekan terakhir. Hal ini tentu menjadi suatu kesyukuran setelah
terjadinya kemarau panjang. Namun, hujan yang terus mengguyur hampir disetiap
harinya juga mendatangkan ketakutan akan terjadinya berbagai bencana. Banjir
merupakan salah hal yang patut diwaspadai masyarakat saat musim penghujan tiba.
Tetapi, tidak hanya bencana alam, munculnya berbagai penyakit saat musim hujan
juga harus menjadi hal yang diwaspadai khususnya pada penyakit Demam Berdarah
Dengue atau biasa disingkat DBD.
Demam Bersarah Dengue adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, yang ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albocpictus. DBD masih menjadi
isu kesehatan yang sangat banyak diperbincangkan. Hal ini dikarenakan DBD
merupakan penyakit dengan angka kasus yang cukup tinggi. Menurut data dari Kementerian Kesehatan,
hingga minggu ke-40 pada tahun 2023 tercatat 68.996 kasus DBD dengan kasus
kematian sebanyak 498 jiwa.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
memiliki gejala yang khas. Orang yang terinfeksi oleh virus Dengue akan mengalami peningkatan suhu
badan atau demam secara mendadak, merasakan sakit kepala yang hebat dan terasa
berat dan nyeri dibagian belakang bola mata. Gejala lain yang muncul yaitu
mual, pusing, nyeri diseluruh tubuh, dan hilangnya nafsu makan.
Seseorang yang terinfeksi virus
dengue akan mengalami 3 fase perjalanan penyakit. Fase pertama yaitu 1-3 hari
penderita akan merasakan demam yang cukup tinggi sekitar 40°C . Fase kedua, penderita akan
mengalami fase kritis pada hari ke 4-5 . Pada fase ini penderita akan mengalami
penurunan suhu tubuh menjadi 30°C .
Fase ketiga, terjadi pada hari ke 6-7. Penderita akan mengalami kenaikan suhu
tubuh kembali, fase ini merupakan fase pemulihan dimana trombosit akan naik
perlahan hingga kembali normal.
Hingga saat ini, pemerintah terus
gencar melakukan penanganan terkait penanggulangan penyakit DBD. Salah satunya
adalah dengan mengembangkan sebuah inovasi berupa teknologi nyamuk Wolbachia.
Saat ini, inovasi ini telah menjadi perbincangan dimana-mana dan menimbulkan
pro kontra di masyarakat. Banyaknya informasi beredar di media Sosial
memunculkan berbagai kekhawatiran di masyarakat, seperti menganggap bahwa
teknologi ini adalah hasil rekayasa genetik, nyamuk yang disebar mengandung gen
LGBT, atau beranggapan bahwa ini adalah program untuk memusnahkan sebagian umat
manusia. Daripada menduga-duga hal yang tidak jelas maka penting untuk mencari
informasi dari sumber yang di percaya. Jadi, sebenarnya apa sih nyamuk
Wolbachia itu?
Wolbachia merupakan bakteri yang
sangat umum terdapat secara alami pada 60 persen spesies serangga, termasuk
beberapa nyamuk, lalat buah, ngengat, capung, dan kupu-kupu. Wolbachia hidup di
dalam tubuh serangga tepatnya didalam sel serangga dan diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui telur serangga. Lalu bagaimana
ceritanya bakteri ini bisa membantu menurunkan penyebaran virus Dengue?
Parah ahli telah meneliti bahwa
apabila didalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti terdapat Wolbachia, bakteri tersebut
akan bersaing dengan virus Dengue, virus Zika, Virus Chikungunya, dan virus
demam kuning. Hal ini akan menyebabkan virus sulit untuk berkembangbiak di
dalam tubuh nyamuk. Apabila didalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti terdapat
wolbachia, maka nyamuk tidak akan dapat menularkan virus dengue antar manusia.
Para ahli juga menjelaskan apabila
nyamuk Aedes Aegypti jantan yang memiliki Wolbachia kawin dengan Nyamuk Aedes
Aegypti betina tanpa Wolbachia, maka virus didalam tubuh nyamuk betina akan
terhambat replikasinya atau mati. Disamping itu, apabila Nyamuk Aedes Aegypti
betina yang memiliki bakteri Wolbachia kawin dengan Nyamuk Aedes Aegypti jantan
tanpa wolbachia, maka seluruh telurnya akan mengandung Wolbachia. Maka
diharapkan dalam beberapa siklus mendatang, virus dengue tidak akan ada lagi di
dalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti. Hal ini sangat menguntungkan bagi manusia,
karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah sedangkan nyamuk jantan
tidak.Lalu bagaimana cara penerapan teknologi nyamuk wolbachia ini dilingkungan
masyarakat?
Teknologi nyamuk Wolbachia dilakukan
dengan meletakkan telur yang mengandung bakteri Wolbachia disekitar tempat
tinggal masyarakat terutama lingkungan yang memiliki populasi nyamuk Aedes
Aegypti yang merupakan vektor utama dari
penularan penyakit DBD.
Penelitian mengenai program
teknologi inovasi nyamuk Wolbachia ini telah dilakukan sejak tahun 2011. Di
Negara Indonesia, program ini pertama kali diuji coba di kota Yogyakarta pada
tahun 2022. Hasilnnya, program ini mampu menekan kasus demam berdarah sebanyak
77 persen dan menurunkan angka rawat di rumah sakit sebanyak 86 persen.
Walaupun teknologi ini anggap mampu
untuk menekan dan menurunkan angka penularan demam berdarah. Namun, bukan
berarti program ini menggantikan seluruh program pencegahan DBD yang telah ada
sebelumnya. Masyarakat tetap diminta untun melakukan gerakan 3M Plus yaitu,
Menguras, Menutup, dan mendaur Ulang, serta menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
Posting Komentar