1. Pemantauan Kondisi Cuaca (Curah Hujan)
Berdasarkan pemantauan liputan awan dan peluang hujan harian dari citra MTSAT, terlihat bahwa sejak tanggal 20-23 Desember 2006 di Provinsi NAD berpeluang hujan lebat (Gambar 1–4).
Air hujan dalam kurun waktu tersebut kemungkinan besar terakumulasi, sehingga memicu terjadinya banjir yang puncaknya terjadi pada tanggal 23 Desember 2006. Sejak tanggal 24-26 Desember 2006, awan bergerak ke arah timur dan selatan. Di Provinsi NAD, kondisi liputan awan mengalami penurunan dan kembali dalam kondisi normal (Gambar 5–7). Namun demikian, pada periode mendatang, kemungkinan besar akan terulang lagi kondisi serupa.
Pemantauan curah harian dari Qmorph menunjukkan kecenderungan yang sama (Gambar 8–13). Terlihat bahwa sejak tanggal 21-23 Desember 2006, wilayah Provinsi NAD mempunyai curah hujan pada kisaran 10–175 mm/hari. Puncak curah hujan terjadi pada tanggal 23 Desember 2006, yaitu mencapai 175 mm/hari, sedangkan pada tanggal 24 dan 25 Desember 2006 tidak terjadi hujan.
2. Pemantauan Kondisi Morfologi
Berdasarkan analisis dari data DEM_SRTM dan LANDSAT-7 ETM+, diketahui bahwa lokasi banjir merupakan daerah dengan morfologi dataran aluvial yang luas dengan kemiringan 0–3 %. Daerah perbukitan denudasional yang luas memanjang ke arah selatan - barat laut. Memperhatikan kondisi geomorfologinya, perbukitan denudasional merupakan daerah yang mempunyai potensi longsor, sedangkan di bagian bawah (dataran) merupakan daerah yang berpotensi banjir. Gambar 14 merupakan citra DEM-SRTM yang menggambarkan kondisi morfologi secara regional di Provinsi NAD dan lebih spesifik di daerah sekitar lokasi banjir. Gambar 15-17 memperlihatkan lokasi banjir berturut-turut di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur, Kabupaten Bireun dan Aceh Utara, serta Kabupaten Gayo Lues.
3. Pemantauan Kondisi Hidrologi Aliran Sungai
Di Provinsi NAD, terdapat sekitar 55 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Banjir yang terjadi di Aceh sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS, terutama morfologi DAS dan penutupan lahan. Lokasi banjir yang terjadi merupakan bagian dari sistem DAS Kr. Jambo Aye, S. Tamiang, Kr. Tripa, Kr. Peusangan, Kr. Peureulak, Kr. Mane, Kr. Keureuteu, Kr. Peudada, Kr. Bayeun, Kr. Langsa, Kr. Pase, Kr. Idi Reyeuk, Kr. Piadah, Kr. Pandrah, dan Kr. Jeungki. DAS yang paling luas adalah Kr. Jambe Aye, Kr. Peusangan, dan S. Tamiang. Berdasarkan data citra Landsat tahun 2002 dan 2006 terindikasi adanya lahan-lahan terbuka yang terdapat pada daerah hulu DAS (Gambar 18-20).
Sumber: Laporan Pemantauan Bencana Banjir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Desember 2006). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN
Berdasarkan pemantauan liputan awan dan peluang hujan harian dari citra MTSAT, terlihat bahwa sejak tanggal 20-23 Desember 2006 di Provinsi NAD berpeluang hujan lebat (Gambar 1–4).
Air hujan dalam kurun waktu tersebut kemungkinan besar terakumulasi, sehingga memicu terjadinya banjir yang puncaknya terjadi pada tanggal 23 Desember 2006. Sejak tanggal 24-26 Desember 2006, awan bergerak ke arah timur dan selatan. Di Provinsi NAD, kondisi liputan awan mengalami penurunan dan kembali dalam kondisi normal (Gambar 5–7). Namun demikian, pada periode mendatang, kemungkinan besar akan terulang lagi kondisi serupa.
Pemantauan curah harian dari Qmorph menunjukkan kecenderungan yang sama (Gambar 8–13). Terlihat bahwa sejak tanggal 21-23 Desember 2006, wilayah Provinsi NAD mempunyai curah hujan pada kisaran 10–175 mm/hari. Puncak curah hujan terjadi pada tanggal 23 Desember 2006, yaitu mencapai 175 mm/hari, sedangkan pada tanggal 24 dan 25 Desember 2006 tidak terjadi hujan.
2. Pemantauan Kondisi Morfologi
Berdasarkan analisis dari data DEM_SRTM dan LANDSAT-7 ETM+, diketahui bahwa lokasi banjir merupakan daerah dengan morfologi dataran aluvial yang luas dengan kemiringan 0–3 %. Daerah perbukitan denudasional yang luas memanjang ke arah selatan - barat laut. Memperhatikan kondisi geomorfologinya, perbukitan denudasional merupakan daerah yang mempunyai potensi longsor, sedangkan di bagian bawah (dataran) merupakan daerah yang berpotensi banjir. Gambar 14 merupakan citra DEM-SRTM yang menggambarkan kondisi morfologi secara regional di Provinsi NAD dan lebih spesifik di daerah sekitar lokasi banjir. Gambar 15-17 memperlihatkan lokasi banjir berturut-turut di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur, Kabupaten Bireun dan Aceh Utara, serta Kabupaten Gayo Lues.
3. Pemantauan Kondisi Hidrologi Aliran Sungai
Di Provinsi NAD, terdapat sekitar 55 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Banjir yang terjadi di Aceh sangat dipengaruhi oleh kondisi DAS, terutama morfologi DAS dan penutupan lahan. Lokasi banjir yang terjadi merupakan bagian dari sistem DAS Kr. Jambo Aye, S. Tamiang, Kr. Tripa, Kr. Peusangan, Kr. Peureulak, Kr. Mane, Kr. Keureuteu, Kr. Peudada, Kr. Bayeun, Kr. Langsa, Kr. Pase, Kr. Idi Reyeuk, Kr. Piadah, Kr. Pandrah, dan Kr. Jeungki. DAS yang paling luas adalah Kr. Jambe Aye, Kr. Peusangan, dan S. Tamiang. Berdasarkan data citra Landsat tahun 2002 dan 2006 terindikasi adanya lahan-lahan terbuka yang terdapat pada daerah hulu DAS (Gambar 18-20).
Sumber: Laporan Pemantauan Bencana Banjir Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Desember 2006). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN