INFO MARKAS

Suka Duka dalam Mencari Donor Darah Pengganti


“halo, assalamu alaikum.
Dengan saudara Irwan?
Ini dari KSR PMI UNHAS.
golongan darah O ki’ di’?
sekarang ada pasien yang butuh pendonor golongan darah O, bisaki mendonor?”

Kata-kata itu yang hampir setiap hari saya dengar di Markas KSR PMI UNHAS, karena hampir setiap hari juga permintaan pendonor darah yang masuk. Dan biasanya dalam satu hari itu ada yang sampai 10 permintaan pendonor yang masuk, kebutuhan darah setiap pasien pun berbeda ada yang butuh hanya 1 kantong tapi ada juga yang kebutuhan darahnya sampai 13 kantong darah terutama pasien LEUKIMIA dan ANEMIA APLASTIK yang ingin kemoterapi.

Hal seperti ini mungkin sudah lama dirasakan oleh pendahulu-pendahulu KSR PMI UNHAS khususnya Badan Perhimpunan Donor Darah Kampus. Karena setahu saya, salah satu tugas mutlak dari Badan PDDK KSR PMI UHAS ini adalah melayani permintaan pendonor yang masuk di KSR PMI UNHAS, dan menurut saya tugas ini tentunya tidak kalah mulianya jika dibanding dengan turun kelapangan untuk menolong korban bencana.
Saya juga pernah dan sering menjadi Penanggung Jawab mencari pendonor darah. Yang namanya penanggung jawab pastinya ada beban tersendiri untuk betul-betul memenuhi permintaan mereka. Terlebih lagi jika mereka (keluarga pasien) yang datang ke Markas KSR PMI UNHAS rata-rata datang dengan wajah sedih, putus asa, dan bahkan ada yang sampai meneteskan air mata (menangis) karena beberapa dari mereka katanya sudah berhari-hari mencari orang yang bersedia mendonorkan darah untuk keluarganya tapi belum dapat. Kesedihan dan air mata mereka yang membuat saya termotivasi untuk segera mencari pendonor untuk mereka. Slogan “setetes darah anda menyelamatkan nyawa mereka” mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Jadi meskipun tidak sering mendonor darah namun dengan membantu pasien-pasien mencari pendonor darah bagi saya merupakan suatu kepuasan tersendiri.
Berbagai cara yang biasanya kami lakukan untuk mencari pendonor darah pengganti, yaitu:
1.      Menghubungi mahasiswa yang ada pada database PDDK lewat telepon selular,
2.      Selain dari buku PDDK kami juga mencari lewat grup-grup donor darah yang ada pada jejaring sosial,
3.      Door to Door juga sering kami lakukan, biasanya kami lakukan DTD di sekretariat UKM-UKM yang ada di Gedung PKM UNHAS baik PKM 1 maupun PKM 2.
Namun untuk mendapatkan pendonor tidak semudah yang dibayangkan, meskipun berbagai cara yang telah dilakukan tapi masih saja ada kendala/ masalah yang dihadapi dalam mencari pendonor untuk pasien-pasien yang membutuhkan.
Ada beberapa kendala yang pernah saya hadapi ketika menjadi penanggung jawab untuk mencari pendonor, diantaranya:
1.      Dari semua nomor telepon mahasiswa yang ada pada data base PDDK, biasanya dari 10 nomor telepon yang dihubungi hanya 1 yang bersedia mendonor. Kenapa? Karena yang lainnya ada yang tidak aktif, ada yang aktif tapi tidak di jawab, ada pula yang tidak bersedia, dan ada berbagai macam alasan yang mereka utarakan ketika dihubungi.
2.      Jika permintaan darahnya masuk pada malam hari, hal itu sangat sulit bagi kami untuk mendapatkan pendonor, karena pencarian pendonor juga terbatas. Maksudnya, jika permintaan darah pasien masuk ke UTD Dinas Kesehatan maka kami hanya bisa menghubungi mahasiswa yang tempat tinggalnya berada disekitaran Tamalanrea, tapi bukan berarti yang di luar Tamalanrea tidak boleh kita hubungi. Namun kami pikir akses mereka terlalu jauh untuk sampai ke UTD. Jadi untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan kami lebih memilih menghubungi mahasiswa yang tinggal di sekitar Tamalanrea saja.
3.      Kesehatan dari pendonor juga kadang menjadi kendala bagi kami untuk pemenuhan kebutuhan darah untuk pasiennya, biasanya dari 5 pendonor yang kami bawa ke UTD kadang hanya 2 atau 3 yang memenuhi persyaratan untuk mendonor. Masalah-masalah kesehatan pendonor yang paling sering yaitu tidurnya kurang dari 5 jam, hemoglobin darah kurang dari normal (perempuan : 12g/dl, laki-laki: 13g/dl), flu, mengonsumsi obat, menstruasi (bagi perempuan), dll.
4.      Kurangnya komunikasi dengan keluarga pasien, kadang kami sudah mengarahkan pendonor ke unit transfusi darah tapi ternyata disana sudah cukup, jadinya kami merasa tidak enak hati dengan pendonornya karena sudah jauh-jauh datang ke UTD baik di Dinkes maupun PMI tapi tidak jadi donor.
Meski banyak kendala/ masalah yang saya hadapi, akan tetapi yang menjadi kepuasan tersendiri untuk saya yaitu ketika permintaan darah untuk pasien itu bisa terpenuhi sehingga mereka bisa dioperasi atau dilakukan penyembuhan. Kadang kata “terima kasih” dari keluarga pasien buat saya itu sudah lebih dari cukup. Tapi tak sedikit dari mereka yang memberi imbalan materil kepada KSR PMI UNHAS sebagai tanda terima kasih mereka. Namun bagi saya dengan melihat wajah sedih mereka yang berubah mejadi bahagia dan tersenyum hati saya rasanya sudah sangat lega.(1jh4)

 
Back To Top