INFO MARKAS

Diam #DiRumahAja

Oleh
Amar Ma’ruf Zarkawi, Riska Alawiyah Nur, Zhinta Fitri Yusriani
KSR PMI UNHAS



Dunia telah dihebohkan oleh pandemi dari infeksi Coronavirus COVID-19. Berdasarkan data worldometer, sampai pada 22 Maret 2020 terdapat  313.400 orang yang terinfeksi dengan 13.202 (4,21%) diantaranya meninggal dunia [1]. Di Indonesia hingga 22 Maret atau 21 hari setelah ditemukannya kasus pertama di Klaster Jakarta, telah dikonfirmasi sebanyak 514 pasien positif COVID-19 dengan jumlah korban meninggal sebanyak 48 orang. Melihat kondisi tersebut, Indonesia telah menjadi Negara dengan tingkat persentase kematian tertinggi secara global yaitu 9,33%. Nilai tersebut sangat jauh dari angka kematian rata-rata dunia yang hanya 4,21%. Perlu disadari bersama bahwa 9.33% bukan hanya sekedar angka namun juga peluang bagi mereka yang telah terkena wabah untuk kehilangan nyawa, khususnya di Indonesia. Boleh dikatakan bahwa Indonesia saat ini telah memasuki masa-masa genting dimana ia harus berperang melawan musuh yang tidak nampak wujudnya, jumlah, dan bahkan identitasnyapun belum dikenali sepenuhnya. Walaupun tiap hari jumlah orang yang terinfeksi terus mengalami kenaikan, namun semua itu hanya untuk kasus yang telah terdata. Banyak yang menyakini bahwa angka yang sebenarnya bahkan lebih tinggi dari apa yang telah dipublikasikan.

Dalam waktu hanya 21 hari saja, virus ini telah menunjukan penyebarannya yang begitu cepat, bertahap, dan tiba-tiba sehingga sangat sulit untuk dikendalikan. Penyebaran yang terjadi bahkan telah mewabah di 20 propinsi yaitu, Bali, Banten, DI. Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah. Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,  Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Lampung, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Papua, dan Maluku. Apabila kita tidak segera mengambil langkah maka akan semakin banyak nyawa yang terancam. Tidak ada waktu untuk bersantai apalagi menyepelekan wabah ini karena sampai dengan saat ini, belum ditemukan pengobatan yang paling tepat dan vaksin untuk Covid-19 [2, 3, 4]. Namun beberapa diantara kita masih saja menganggap wabah ini sebagai hal yang tidak perlu untuk dikhawatirkan. Beberapa diantara kita tentunya tau pasti terkait Bubonic Plague. Wabah yang juga sering disebut dengan black death pada tahun 1347-1351 ini mengakibatkan 200 juta kematian. Wabah smallpox (cacar) sendiri pada tahun 1520 telah mengakibatkan 56 juta kematian. Beruntung saat itu vaksin sudah mulai ditemukan. Atau pandemi lain yang tak kalah hebat adalah Spanish Flu pada tahun 1918-1919 yang juga mengakibatkan 40-50 juta kematian. Kita tidak ingin masa-masa mencekam itu terjadi lagi di abad ke-21 ini [5]. Lantas, masih adakah waktu untuk tidak khawatir?

Indonesia harus segera melangkah, bila tidak dilakukan intervensi terhadap penyebaran wabah maka diprediksi selama 10 hari kedepan jumlah penderita COVID-19 akan mencapai angka 4.923 kasus.


Sebagai catatan tambahan, ketika sesorang positif terinfeksi COVID-19 maka Ia memiliki potensi untuk menularkannya kepada 2-4 orang, angka inilah yang kita sebut sebagai R0. Penelitian awal menunjukkan R0 pada angka 1,4-2,5 [6,7], pada penelitian lain 2,24-3,58 [8], lalu WHO memperkirakan R0 Covid-19 adalah 1.4-2.5 [9]. Namun hal ini masih belum pasti karena penelitian masih terus dilakukan. Estimasi akhir mengenai R0 Covid-19 berada pada angka 2.8-3.3 berdasarkan real-time report dan 3.2-3.9 berdasarkan angka prediksi kasus [10]. Bagaimanapun juga perkiraan 4.923 kasus positif selama 10 hari kedepan hanya berlandaskan pada trend penyebaran COVID-19 yang terjadi diberbagai Negara yaitu dengan menyerupai pola eksponensial. Akan tetapi, terdapat beberapa ahli yang mencoba memberikan prediksi yang berbeda salah satunya merupakan professor matematika di University of Essex, Inggris.  Ia memperkirakan puncak kasus di Indonesia tidak akan berlangsung sebentar, namun akan terus terjadi bahka di bulan ramdhan sekitar 50 hari setelah tanggal 2 Maret 2020 [11]. Modeling lain yang dilakukan oleh mahasiswa Ph.D di LSHTM memperkirakan akan terdapat lebih dari 35,000 kasus tercatat di akhir Maret 2020, dimana jumlah masyarakat yang diprediksi telah terinfeksi hingga wabah ini mereda mencapai lebih dari 960,000 [12]. Dari dalam negeri, Pratama yang merupakan civitas akademika Universitas Gadjah Mada juga ikut memprediksi melalui mini research yang telah dilakukannya mengungkapkan bahwa akan terjadi penurunan laju penyebaran wabah pada bulan April 2020 mendatang [13].

Meski penyebarannya sangat cepat dan meluas, namun perlu kita ketahui bahwa COVID-19 memiliki sifat yang hampir sama dengan penyakit flu biasa yaitu dapat sembuh dengan sendirinya tergantung pada daya tahan tubuh yang kita miliki. Masa inkubasi virus ini adalah 14 hari, oleh karena itu sangat penting bagi mereka yang telah dinyatakan positif maupun masih berupa dugaan terinfeksi untuk menjaga kontak dengan orang lain dengan cara mengisolasi diri sambil melakukan perawatan medis sesuai dengan prosedur kesehatan yang telah ada. Meskipun COVID-19 dapat disembuhkan dengan sendirinya namun bukan berarti kita dapat bersantai begitu saja. Ingat, sebagaimana yang telah diungkapkan pada awal tulisan ini bahwa angka kematian rata-rata dunia adalah 4,21% dan Indonesia saat ini berada diatas treshold yang kasusnya akan berlipat menjadi dua kali tiap dua hari. Seandainya prediksi berdasarkan laju eksponensial betul terjadi maka dengan mengacu pada threshold rata-rata kematian dunia yaitu 4,21% maka akan terdapat 207 kematian pada 1 April 2020 nanti. Angka ini bahkan belum dikalkulasi dengan dugaan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia akan terjadi selama 50 hari bahkan bisa lebih dari 900.000 kasus. 

Belajar dari kasus kematian di berbagai Negara yang telah tersebar wabah, terdapat golongan yang rentan terinfeksi yaitu para lansia atau mereka yang memiliki penyakit komplikasi lainnya disertai dengan sistem imun yang rendah. Maka akan ada kemungkinan salah satu diantara mereka adalah ayah/ibu kita, kakek atau nenek kita, paman/bibi ataupun kerabat kita. Meskipun kaum usia muda memiliki daya tahan tubuh yang baik, namun dapat dipastikan bahwa kelompok usia muda juga dapat terkena bahkan tanpa menunjukan gejala awal sama sekali.  Meskipun merasa muda, merasa sehat, merasa kuat, harus dipahami bahwa kita dapat menjadi salah satu sumber penularan bagi keluarga kita.

Pernahkah kalian mendengar dimedia sosial ataupun media eloktronik bahwa saat ini beberapa rumah sakit rujukan COVID-19 dominan mulai kekurangan perlengkapan medis? Tahukah kalian apa yang kemudian akan terjadi ketika jumlah pasien terus bertambah dan tidak hanya pada kasus positif saja tetapi juga terhadap mereka yang telah ditetapkan sebagai PDP ataupun ODP? Paramedis akan kesulitan melakukan perawatan ketika mereka dihadapkan pada kondisi dimana mereka yang merupakan golongan paling rentan terinfeksi harus merawat para pasien tanpa perlindungan yang memadai. Bila dipaksakan, bukan tidak mungkin mereka yang selama ini berada di garda terdepan akan terpapar dan harus diisolasi selama dua pekan.  Kemugkinan terbaiknya mereka akan pulih dan kemungkinan terburuknya mereka ikut kehilangan nyawa. Tahukah kalian ketika jumlah paramedis yang dapat bekerja semakin berkurang sementara jumlah pasien terus mengalami peningkatan maka apa yang akan terjadi? Akan ada banyak pasien yang mungkin saja tidak sempat mendapatkan perawatan dan  harus kehilangan nyawa berpisah dengan sanak saudara yang mereka cintai. Namun yang paling ditakutkan adalah ketika wabah ini tidak dapat dikendalikan sehingga apa yang dikatakan oleh - Christian Salaroli (Italian MD) akan terjadi, yaitu;

"Setelah beberapa hari, kita terpaksa harus memilih mana individu yang berhak masih hidup, dan mana yang sudah tidak ada harapan lagi karena tidak semuanya mendapatkan alat untuk intubasi. Kita memutuskan berdasarkan usia, harapan hidup dan keparahan penyakit."

Oleh karena itu, please untuk kalian semua yang masih menganggap remeh wabah ini khususnya pada daerah yang memiliki temuan kasus yang masih rendah untuk ikut berkontribusi memutus rantai penyebaran virus COVID-19. Sebagai contoh, Sulawesi Selatan merupakan propinsi dengan temuan kasus positif yang masih rendah (2 kasus). Berdasarkan survei yang dilakukan pada tanggal 20 dan 21 Maret 2020 terhadap 205 orang di berbagai Kabupaten ditemukan bahwa 60,3% diantara mereka selama dua pekan terakhir pernah mengunjungi daerah yang terkena wabah COVID-19 khususnya di Kota Makassar. Selain itu, selama dua pekan terakhir pula terdapat 41,46% diantara mereka setelah melakukan perjalanan atau beraktifitas di Makassar memiliki riwayat pilek (24,4%), demam (12,2%), batuk (19,5%), dan sesak nafas (3,9%). Namun yang mengejutkan adalah 9,8% dari mereka yang telah melakukan perjalanan dan mengalami gejala tertentu tidak melakukan upaya isolasi diri bahkan 39,21% diantaranya tidak membatasi kontak dengan orang lain. Lebih lanjut lagi diketahui bahwa 76,47% responden yang sempat berdomisili di Makassar memutuskan untuk pulang ke kampung halaman tanpa mengetahui apakah mereka membawa oleh-oleh virus COVID-19 ke orang-orang tersayang ataukah tidak. Itulah gambaran bagaimana penularan wabah ini masih disepelekan oleh sebagian orang khususnya pada daerah yang memiliki potensi penyebaran rendah. Perlu kalian ketahui bahwa hanya butuh hal sepele saja untuk mengubah segala sesuatu menjadi hal yang besar. Untuk sementara mari menahan diri untuk berkumpul bersama keluarga ketika kalian tidak mengetahui status kesehatan kalian saat ini agar mereka disana bisa sehat terus. 

Beberapa hari terakhir kanal media sosial di tengah masyarakat Indonesia diramaikan dengan pesan “Kami Bekerja untuk Kamu, kamu di Rumah untuk Kami. Slogan itu dibuat untuk memberikan pemahaman kepada publik agar berjuang bersama memutus mata rantai wabah corona dengan berdiam diri dirumah menghindari interaksi antar manusia. Selain itu muncul pula ajakan diam “dirumah aja”. Sungguh hal yang perlu disambut positif karena masyarakat saling mengedukasi untuk bersama mencegah penularan COVID-19. Namun kegundahan masih menimpa sebagian orang yang karena suatu alasan tidak dapat ikut diam dirumah aja. Selain paramedik, terdapat beberapa golongan yang tidak memiliki kesempatan berdiam di rumah aja. Mereka yang tidak dapat menerapkan work form home dikarenakan ketika tidak keluar rumah maka tidak memperoleh upah yang hanya berlaku untuk makan sehari tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk keluarga. Jika dokter, perawat dan tenaga medis lainnya adalah petarung di lini terdepan dan merupakan pahlawan kesehatan maka mereka yang tidak dapat makan bila tidak bekerja diluar rumah seperti para buruh, ojek online dan sebagainya adalah pahlawan bagi keluarga dan bagi kita yang masih sanggup untuk WFH. Lantas kalian yang masih memiliki kesempatan untuk WFH dan kumpul bersama keluarga apakah tetap ingin berkontribusi dalam penyebaran virus dengan tetap menyepelekan wabah ini? Untuk keperluan penting dan tidak bisa diwakilkan saja, baru kita beraktivitas di luar rumah dengan tetap mejaga diri dari segala upaya penularan. Selain daripada itu, lebih baik kita dirumah aja. 

Untuk mereka yang tidak memiliki pilhan untuk di rumah aja ketika berakifitas, jangan lupa untuk berdoa memohon perlindungan kepada sang pencipta karena sesungguhnya dialah yang maha pemberi pertolongan. Selalu mejaga jarak dengan orang lain dan hindari kontak fisik. Gunakan masker untuk mencegah penularan melalui percikan batuk/bersin. Kemudian yang paling utama yaitu selalu menjaga kebersihan diri. Kita tidak tau kapan dan dimana kita akan tertular. Oleh karena itu, menempatkan diri kita sebagai pembawa virus akan lebih baik karena akan meningkatkan kewaspadaan dan berupaya untuk mencegah penularan.

Jadi, buat kalian yang bisa beraktifitas di rumah, mari berproduktif di rumah aja demi keselamatan kita bersama. Lebay? Berlebihan? Kita tau bahwa bagi sebagian dari kita akan merasa cukup sulit untuk dilakukan. Tapi kenyataannya langkah ini cukup ampuh untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Cukup dengan rebahan diatas kasur empuk, memilih tayangan favorit, menikmati makanan ringan, dan mencicipi kehangatan secangkir kopi. Selama dilakukan di dalam rumah kita telah meringankan beban mereka yang sedang berjuang. Namun, pemerintah harus hadir ditengah masyarakat. Tidak cukup hanya sekedar himbauan semata, harus ada kebijakan dan langkah konkrit turunan yang bisa memaksakan agar himbauan tersebut diikuti.  Tidak hanya di lingkup pemerintah pusat tetapi juga pada pemerintah daerah sehingga sebuah himbauan tidak hanya menjadi sebatas himbauan melainkan dapat diimpementasikan di lapangan. Ditengah situasi seperti ini penting bagi kita untuk saling menguatkan dan saling menghibur khususnya bagi mereka yang tidak punya pilihan  untuk dirumah aja karena profesi untuk menjaga Indonesia.

Referensi

[1] worldometer, 2020. COVID-19 Coronavirus Pandemic. Diakses pada 22 Maret 2020 pukul 20.00 WIB pada link www.worlometers.info/coronavirus

[2] Lu H. 2020. Drug treatment options for the 2019-new coronavirus (2019-nCoV). Biosci Trends 10.5582/bst.2020.01020. doi: 10.5582/bst.2020.01020.

[3] Sheahan TP, Sims AC, Leist SR, Schäfer A, Won J, Brown AJ, Montgomery SA, Hogg A, Babusis D, Clarke MO, Spahn JE, Bauer L, Sellers S, Porter D, Feng JY, Cihlar T, Jordan R, Denison MR, Baric RS. 2020. Comparative therapeutic efficacy of remdesivir and combination lopinavir, ritonavir, and interferon beta against MERS-CoV. Nat Commun 11(1):222. doi: 10.1038/s41467-019-13940-6.

[4] Pillaiyar T, Meenakshisundaram S, Manickam M. 2020. Recent discovery and development of inhibitors targeting coronaviruses. Drug Discov Today S1359-6446(20)30041-6. doi: 10.1016/j.drudis.2020.01.015.

[5] Dewina. 2020. Kenapa Harus Pusing dengan Corona. Diakses pada 22 Maret 2020 pada link https://dewinaisyah.wordpress.com/2020/03/20/kenapa-harus-pusing-dengan-corona/amp/?__twitter_impression=true

[6] Mahase E. 2020a. China coronavirus: what do we know so far? BMJ. 368. doi: 10.1136/bmj.m308

[7] Parry J. 2020. China coronavirus: cases surge as official admits human to human transmission. BMJ 368:m236. Published 2020 Jan 20. doi:10.1136/bmj.m236.

[8] Zhao S, Lin Q, Ran J, Musa SS, Yang G, Wang W, Lou Y, Gao D, Yang L, He D, Wang MH. 2020. Preliminary estimation of the basic reproduction number of novel coronavirus (2019-nCoV) in China, from 2019 to 2020: A data-driven analysis in the early phase of the outbreak. Int J Infect Dis 92:214-217. doi: 10.1016/j.ijid.2020.01.050.

[9] Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. 2020a. The reproductive number of COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus [published online ahead of print, 2020 Feb 13]. J Travel Med taaa021. doi:10.1093/jtm/taaa021.

[10] Zhou T, Liu Q, Yang Z, Liao J, Yang K, Bai W, Lu X, Zhang W. 2020b. Preliminary prediction of the basic reproduction number of the Wuhan novel coronavirus 2019-nCoV. J Evid Based Med 10.1111/jebm.12376. doi: 10.1111/jebm.12376.

[11] Susanto, Hadi. 2020. Kalau kita tidak serius, puncak COVID-19 di Indonesia bisa sekitar 2 bulan lagi, di bulan Ramadan. Diakses 18 Maret 2020. www.hadisusanto.net.

[12] Jibril, Makhyan. 2020. Bom Waktu itu Bernama Coronavirus: Apa yang Kita dan Pemerintah Harus Lakukan?. Diakses 19 Maret 2020. https://kumparan.com/makhyan-jibril/bom-waktu-itu-bernama-coronavirus-apa-yang-kita-dan-pemerintah-harus-lakukan-1t1V0EUHncs

[13] Rozy Ahimnyah Pratama. 2020. Estimasi Peramalan Peningkatan Jumlah Pasien COVID-19 di Indonesia Melalui Metode Rintun Waktu Box-Jenkins. Yogyakarta.






 

 
Back To Top